Pertandingan
derby adalah pertandingan antara tim olahraga (umumnya lokal) yang
mempertemukan dua tim yang masing-masing memiliki rivalitas tersendiri.
Pertandingan derby yang ada dapat terjadi karena persaingan prestasi antara
kedua tim dalam dunia olahraga, persaingan antara dua tim satu kota yang
membuat pertandingan menjadi bergengsi, ataupun suatu sebab lain yang
menyebabkan kedua tim memiliki rivalitas. Sedangkan rivalitas merupakan kata
yang bermakna perihal rival permusuhan antara mereka sering menimbulkan
perkelahian. Kita sering mengetahui penggunaan kata rival dan derby dalam
pertandingan sepakbola dalam negeri maupun luar negeri. Indonesia memiliki
banyak derby antar tim sepakbola antara lain Persija Jakarta dengan Persib
Bandung serta Arema Malang dengan Persebaya Surabaya.
Memang
Piala Gubernur dirasa sangat bergengsi, sehingga setiap tim akan mengeluarkan
kemampuannya untuk mendapatkan gelar juara tersebut. Namun perlu diingat ini
hanyalah pra musim untuk menuju Liga 1 Indonesia. Penunujukan tempat netral
dari pihak penyelanggara merupakan sesuatu hal yang keliru, mengingat banyak kerugian
yang terjadi diluar stadion, dimana banyak supporter yang meminta makan dan
uang kepada masyarakat sekitar stadion. Aktivitas pertokoan juga banyak yang
ditutup untuk mengantisipasi kerugian jika terjadi pertikaian antar supporter. Padahal
jika mau melihat head to head kedua
tim musim lalu, pertandingan tetap dilaksanakan di setiap stadion kandang tim
masing masing. Ketika laga Arema menjadi tuan rumah tetap dilakasanakan di
Stadion Kanjuruhan Malang sedangankan ketika laga Persebaya menjadi tuan rumah
juga dilaksanakan di Stadion Gelora Bung Tomo. Mungkin ketika Derby Jatim
kemarin dilakukan di salah satu kandang tim tersebut dan pertandingan tanpa
penonton akan tidak merugikan masyarakat di kota lain. Rivalitas antar kelompok
suporter itu merupakan hal yang sangat wajar. Akan tetapi, perselisihan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain seharusnya bisa dihindari. Mengatasi kerusuhan yang disebabkan suporter
adalah pekerjaan sulit. PSSI sebagai induk sepakbola Indonesia harusnya berani
dalam membuat kebijakan dalam mengatasi kekerasan antar supporter agar tidak
menimbulkan korban lagi.
Jika
ingin melakukan study banding kasus bisa dengan Inggris. Inggris adalah
satu-satunya negara yang pernah menerima larangan mengirim klub di turnamen
resmi internasional. Larangan itu berlaku sejak 1985 hingga 1990, dikeluarkan
sesudah Tragedi Heysel yang menewaskan 39 suporter dalam final Piala Champions
(sekarang Liga Champions) antara Liverpool dan Juventus. Sanksi itu membuat
Inggris berbenah untuk mengatasi keamanan para suporter sepak bola dan mencegah
kerusuhan yang mungkin disebabkan pendukung garis keras. Perbaikan pengamanan
stadion, perlakuan terhadap suporter, hingga pembuatan regulasi baru untuk
pendukung sepakbola dilakukan sebagai upaya mengikis kekerasan antar supporter.
Berdasarkan laporan Social Issues
Research Centre (SIRC) dalam situs resminya, salah satu cara menekan kekerasan
antar supporter adalah membiarkan aparat keamanan melakukan penyusupan ke
barisan suporter sebuah klub. FA Asosiasi Sepakbola Inggris disebut pernah
merekomendasikan keberadaan polisi berbaju sipil di tengah-tengah suporter.
Aparat tersebut bertugas mencari provokator. Metode penyusupan polisi ke
tengah-tengah barisan suporter terbukti efektif. Penekanan jumlah provokator
memegang peran penting. Sebab, tanpa keberadaan mereka potensi terjadinya rusuh
dalam laga sepakbola akan mengecil. Selain melakukan infiltrasi, perbaikan juga
dilakukan pada aspek pengamanan stadion. FA Asosiasi Sepakbola Inggris juga
mulai giat menyebar penggunaan kamera pengawas (CCTV) sejak pertengahan 1980an.
Teknologi canggih digunakan untuk mempermudah pengawasan terhadap suporter di
stadion. Terakhir, sebuah regulasi khusus untuk suporter akhirnya lahir pada
1989. Regulasi bernama Football Spectators
Act (FSA) itu mewajibkan seluruh suporter di Inggris memiliki kartu
keanggotaan dari klub yang mereka dukung. Kartu identitas suporter diwajibkan
untuk mencegah adanya provokator yang masuk ke stadion kala pertandingan tengah
berlangsung. Selain itu, FSA juga mengatur keberadaan Badan Otoritas Lisensi
baru yang bertugas memberi, atau mencabut izin sebuah stadion guna
menyelenggarakan pertandingan sepakbola. Kewenangan besar diberikan kepada
Badan Lisensi agar tak ada lagi stadion yang tingkat keamanannya rendah di
tanah Inggris. Demi menyiasati keberadaan peraturan itu, klub-klub Liga Inggris
pun akhirnya membenahi stadionnya sejak 1990an silam. Alhasil, saat ini tak ada
lagi stadion yang masih mempertahankan keberadaan pagar pembatas tinggi, maupun
tak memiliki fasilitas tempat duduk bagi suporter. Di luar stadion, posisi
pasukan keamanan amat penting untuk memecah massa yang mencoba rusuh dan
menangkap provokator. Setelah itu, para suporter yang terlibat kerusuhan pun
dihukum keras termasuk di antaranya tak boleh datang ke stadion seumur hidup.
Memang
permasalahan seperti ini bukan masalah sepele dan perlu ditangani oleh seluruh
elemen dalam sebuah kompetisi khususnya sepakbola. Supporter hanyalah
sekelompok orang yang mendukung tim kebanggaannya untuk mendapatkan gelar
juara, jangan salahkan mereka karena memang belum tentu mereka salah. Tidak adanya
aturan yang konkrit dan jelas membuat semuanya begitu berantakan. Mari berbenah
dengan peduli dengan tim kebanggan masing masing dan mengurangi resiko, karena
sejatinya sepakbola untuk hiburan bukan sebuah ritual yang membutuhkan korban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar